MEMBUMIKAN AL-QUR’AN DI ERA SOCIETY 5.0

                                     MEMBUMIKAN AL-QUR’AN DI ERA SOCIETY 5.0

Oleh : Nurnelisa

(Juara 2 lomba Essay JQH FEST 2023 )

Al-Qur'an merupakan pedoman umat manusia yang sangat sempurna, karena Al-Qur’an mengatur segala aspek kehidupuan manusia. Namun sayangnya, semakin berkembangnya zaman menyebabkan ajaran Al-Qur'an semakin jauh dari pantauan dan implementasi isi Al-Qur'an dalam kehidupan manusia. Adanya ranah pendidikan yang semakin melenceng jauh dari kehakikiannya, tidak terlepas dari seorang pendidik yang mestinya menjadi suri teladan bagi peserta didiknya, justru belakangan ini banyak yang membiarkan bahkan membentuk mahasiswa menjauh dari ajaran Al-Qur'an, sehingga dekadensi moral tak bisa dielakkan lagi. Di era kekinian beragam cara, pola, teknik, strategi, model, dan metode pembumian Al-Qur'an bermunculan baik dari teori orang barat maupun dari orang Islam itu sendiri.

Membumikan Al-Qur'an berkaitan dengan upaya memahami dan mengamalkan ajaran Al-Qur'an sesuai dengan konteks zamannya. Gagasan ini menurut Ahmad Syafi'i Ma'arif bahwa Al-Quran itu di samping memuat doktrin-doktrin yang bersifat metafisik juga mengandung nilai-nilai praktis yang bisa dijadikan sebagai pedoman manusia dalam memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam hidup sehari-hari, seperti politik, ekonomi, sosial, dan lain sebagainya. Dari perspektif ini, pembumian Al-Qur'an termasuk salah satu dimensi "tajdid", yakni bagaimana menerjemahkan ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Sunnah dalam kenyataan yang berkembang dalam masyarakat. Perkembangan hidup manusia itu sendiri sangat berpengaruh terhadap perkembangan akal pikirannya, yang berarti pula mempunyai pengaruh dalam memahami ayat-ayat Al-Qur'an. Dalam hal ini maka ijtihad sebagai sarana dalam bertajdid mutlak diperlukan. Tanpa ijtihad, tajdid tidak bisa dilakukan.

Membumikan Al-Qur'an mengandung upaya untuk mewujudkan ''yang jauh'' menjadi "yang dekat", yakni sesuai dengan kondisi umat muslim di era society 5.0 ini. Sekarang katakanlah  yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari hanya 5% makna yang ada di dalam Al-Qur'an, padahal seharusnya sebagai umat muslim 100% tuntunan hidup haruslah berpacu pada Al-Qur'an. Untuk dapat mewujudkan kondisi ideal tersebut, diperlukan upaya konkrit yang mendasar berupa aktivitas memahami dan menerapkan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.

Perubahan pola kehidupan semakin pintar, akses terhadap berbagai macam sumber kebutuhan hidup yang dibutuhkan dengan cara yang pintar pula. Jika di era society 5.0 orang cukup mengatakan "Buka pintu" maka pintu akan terbuka secara otomatis. Bagaimana dengan Al-Qur'an kedepan?

Perkembangan era digital menjadikan segala macam unsur termasuk keagamaan, terutama islam untuk upgrade penyampaian materi. Perkembangan fungsi terhadap akses ke Al-Qur'an di upayakan oleh ilmuan muslim, karena umat islam membutuhkan variasi-variasi kegunaan dan fungsi dari perangkat lunak gadget. Maka dari itu perlunya proses penyanduran dari sumber aslinya seharusnya menjadikan perhatian pokok. Dari mana teks disandur sangat penting untuk diketahui, apakah sumber sanduran itu memiliki kekuatan untuk dipercaya atau tidak, kenyataannya banyak aplikasi atau website-website tidak memperhatikan hal ini. Poin inilah yang nantinya akan merusak orisinalitas sumber ajar umat Islam, dan mementahkan upaya pelestariannya. Selain tidak lengkap dari mana kutipan ayat yang terkandung diambil ada hal yang harus diperhatikan dalam upaya membumikan Al-Qur'an dan isi kandungannya. 

Pelestarian Al-Qur'an perlu ditekankan untuk menjaga seluruh kandungan isi termasuk tanda baca yang telah ada. Kurang lengkapnya tanda baca dikhawatirkan pada masa mendatang akan muncul perbedaan cara membaca yang akan memunculkan pemahaman baru dari hasil perbedaan.

 

Sosial Media Sebagai Upaya Membumikan Al-Qur’an

Istilah membumikan Al-Qur'an bagi publik Indonesia memang terbilang baru mencuat ke permukaan sejak Prof. M. Quraish Shihab menulis karya monumental pada 1994 dengan tajuk membumikan Al-Quran, Fungsi dan Kedudukan Wahyu dalam Kehidupan Bermasyarakat. Kalimat itu lantas populer di kalangan cendekiawan, mahasiswa, dan tak terkecuali para juru dakwah. Membumikan Al-Qur'an maknanya mengimplementasikan nilai-nilai luhur Kitab Suci tersebut di kehidupan sehari-hari.

Bagi para akademisi dan cendikiawan Islam muda seperti para mahasiswa tentunya sudah saatnya melanjutkan dakwah Rasulullah. Tentunya tidak lagi dengan menaiki bukit dan berseru ke orang-orang untuk mengikuti jalan yang benar. Tetapi dengan memanfaatkan keadaan dan ilmu yang dimiliki cukup untuk membasmi kesesatan yang dihadapi masyarakat.

Banyak sekali problematika agama yang dihadapi oleh masyarakat, dari perbedaan pendapat ulama, menjelaskan dalil yang dhoif dan pelecehan sejarah Rasulullah serta asal sembarang merelevansikan ayat dalam berbagai konteks. Terlebih penyebaran hal tersebut sangat cepat karena melalui media sosial yang jaringannya sudah cukup luas dan sebagian orang banyak yang menggunakannya.

 Sebagaimana Firman Allah swt dalam surat As-Shaad ayat 29 :

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

“Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran” (QS. Shaad [38]: 29).

Maksud dan tujuan utamanya mempelajari Al-Qur'an adalah mengambil manfaat dari Al-Qur'an dan mengamalkannya. Membaca Al-Qur'an merupakan sarana dan jalan untuk mengamalkan Al-Qur'an. Membaca Al-Qur'an sendiri adalah sebuah amal shalih, namun kita tidak mengkhusukan hanya membaca Al-Qur'an dan berhenti di sana. Lebih dari itu, kita harus merenungi makna dan mengamalkannya, sehingga kita bisa menjadi hamba yang mengambil manfaat dari ayat-ayat Al-Qur'an.

Dari nash tersebut para mahasiswa harus bisa Life action terhadap masalah yang dihadapi dan menjelaskannya sesuai yang diajarkan dan dijelaskan di dalam nash. Life action yang dimaksud sama halnya dengan berdakwah. Kita bisa memanfaatkan sosial media untuk berdakwah menyampaikan satu ilmu kepada masyarakat, bisa dari membuat sebuah blog ilmu yang menjelaskan keutamaan Al-Qur'an tafsir tematik, sejarah, Asbabun nuzul dan isu-isu yang sedang aktual. Bisa pula dari membuat pamflet yang berisi Quotes Al-Qur'an. Ataupun berkreasi dengan membuat video kreatif tentang memahami al-Qur'an dengan baik, cara mengetahui kedhoifan suatu nash dan masih banyak lagi.

Dari hal itu kita bisa mengeksistensikan Al-Qur'an dengan baik, menenangkan keresahan dari berbagai hoax dalil-dalil dan masih banyak lagi. Semakin banyak informasi yang diberikan, dibagi dan diamalkan maka semakin penting peran mahasiswa dalam menjaga Al-Qur'an tetap menjadi likulli makan wal zaman. Bahkan kita bisa menggegerkan jagat raya dalam mengamalkan Al-Qur'an dengan media sosial yang ruang lingkupnya terjangkau ke seluruh pelosok bumi.

 

Generasi Milenial di Era Society 5.0

Saat ini hadirnya generasi milenial adalah sunnatullah, munculnya generasi ini sebagai akibat kemajuan sains dan teknologi. Generasi milenial adalah generasi yang lahir mulai tahun 1980-1990-an atau 2000-an dengan karakter pribadi yang kreatif, memiliki ide dan gagasan yang cemerlang, terbiasa berpikir out of the box, percaya diri, pandai bersosialisasi serta berani menyampaikan pendapat di depan publik melalui media sosial.

Generasi milenial cenderung selalu ingin mencari tahu mengenai perkembangan zaman. Mereka mencari, belajar dan bekerja di dalam lingkungan inovasi yang sangat mengandalkan teknologi untuk melakukan perubahan di dalam berbagai aspek kehidupannya. Generasi milenial lebih percaya User Generated Content (UGC) dari pada informasi searah, wajib punya media sosial sebagai tempat bersosialisasi, kurang suka membaca secara konvensional, mengikuti perkembangan teknologi, cenderung tidak loyal tetapi bekerja efektif.

Generasi milenial sangat bergantung pada media sosial namun mereka belum memiliki filter yang kuat untuk dapat menyaring informasi yang diterima. Nampak terlihat kecenderungan pengguna internet yang sering tidak peduli dengan nilai-nilai moral dan etika dalam berkomunikasi dan menyebarkan informasi di media sosial. Padahal etika sangat berperan guna menghindari terjadinya konflik dalam bersosialisasi. Oleh karena itu generasi milenial perlu mempersiapkan diri dengan memperbaiki karakternya.

Generasi milenial juga mempunyai tantangan dalam menghadapi era baru dikehidupannya yakni era society 5.0. Untuk itu maka diperlukannya pemahaman society 5.0 yang berbasis spiritualitas dan kebudayaan sebagai bekal bagi proses pengembangan generasi milenial yang siap akan problematika dan tantangan.

Melalui Society 5.0, kecerdasan buatan (artificial intelligence) akan mentransformasi jutaan data yang dikumpulkan melalui internet pada segala bidang kehidupan (the Internet of  Things) menjadi hal baru, yang akan didedikasikan untuk meningkatkan kemampuan manusia membuka peluang-peluang bagi kemanusiaan. Transformasi ini akan membantu manusia untuk menjalani kehidupan yang lebih bermakna, meningkatkan kualitas hidup dan dapat mewujudkan masyarakat yang dapat menikmati kehidupan sepenuhnya. Pada era ini teknologi berkembang sangat luar biasa dan telah membawa perubahan yang sangat drastis kepada generasi milenial. Perubahan mulai dirasakan dari bersosialisasi, cara berkomunikasi, memperoleh informasi sampai cara berpikir dan tindakan terhadap permasalahan yang dihadapi.

Di era serba instan ini sering tampak berbagai persoalan seperti, maraknya praktik politisasi agama, penyalahgunaan dakwah, eksploitasi umat, hingga banyaknya hate speech, hoax dan fitnah kini membanjiri wajah keberagaman bangsa. Menghadapi era seperti ini sudah saatnya generasi milenial turut andil dalam menyebarkan konten positif. Setiap bangsa sangat mengharapkan dapat menghadirkan generasi milenial yang berkualitas dan berkeseimbangan, baik secara aspek agama (aqidah, syariah dan akhlak), aspek pendidikan dan keterampilan, aspek keberadaban (budaya, nilai dan teknologi), aspek kesejahteraan (ekonomi dan non-ekonomi) serta aspek sosial (kemasyarakatan dan kebangsaan).

Generasi milenial yang berkualitas sesungguhnya harus disiapkan melalui beberapa tahap yakni penanaman unsur aqidah, syariah dan akhlak secara kuat dan maksimal, sehingga melahirkan generasi milenial yang cerdas, sabar dan shalih. Memberikan bekal ilmu, sains dan keterampilan berbasis teknologi, sehingga melahirkan generasi yang profersional dan inovatif. Menyiapkan lingkungan, tradisi dan budaya hidup yang mampu mendorong lahirnya generasi yang berkarakter, berintegritas dan istiqamah.

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang muslim yang baik dan yang kaffah adalah yang mampu Membumikan nilai-nilai Al-Quran. Nilai-nilai Al-Quran yang dipahami benar-benar sesuai dengan kontekstualitas, bukan nilai-nilai yang kaku dan menakutkan. Nilai-nilai yang membuat perilaku muslim disebut sebagai pribadi yang berakhlakul karimah. Ajaran-ajaran yang ada dalam Al-Quran adalah pedoman alam semesta. Jika diamalkan maka akan membentuk karakter yang sakinah, mawaddah warahmah. Karakter-karakter itulah yang disebut perilaku moderat. Karakter seperti ini lah yang harus dimiliki generasi milenial menyongsong era society 5.0.

 

Daftar Pustaka

Nurdin. 2019. Implementasi Metode Pembelajaran dalam Al-Qur’an bagi pendidik Era Milenial. Jurnal Rainy 18 (2) : 173.

Fitriyani, Aminah. 2020. Sosial Media sebagai Upaya Membumikan Al-Qur’an. Hmjiqtaf senja , Mei 2020.

M luthfi. 2003. Membumikan Al-Qur’an Peluang dan Tantangan. Media Neliti 20 (98) : 22.

Moko, Sujat. 2022. Membumikan Al-Qur’an di Era Society. Kompasiana.com , 26 Juni 2022.

Sari, Naita Novia. 2020. Generasi Milenial dalam Bingkai Rahmatan Lil Alamin. Humas Antasari, 12 Agustus 2020.

Taufik, edi Tanadi. 2020. Membumikan Pesan Damai Al-Qur’an Sebagai Mediator Komunikasi Bangsa. Jurnal An-Nida 12 (2) : 96.

MEMBUMIKAN AL-QUR’AN DI ERA SOCIETY 5.0

Oleh : Nurnelisa

Al-Qur'an merupakan pedoman umat manusia yang sangat sempurna, karena Al-Qur’an mengatur segala aspek kehidupuan manusia. Namun sayangnya, semakin berkembangnya zaman menyebabkan ajaran Al-Qur'an semakin jauh dari pantauan dan implementasi isi Al-Qur'an dalam kehidupan manusia. Adanya ranah pendidikan yang semakin melenceng jauh dari kehakikiannya, tidak terlepas dari seorang pendidik yang mestinya menjadi suri teladan bagi peserta didiknya, justru belakangan ini banyak yang membiarkan bahkan membentuk mahasiswa menjauh dari ajaran Al-Qur'an, sehingga dekadensi moral tak bisa dielakkan lagi. Di era kekinian beragam cara, pola, teknik, strategi, model, dan metode pembumian Al-Qur'an bermunculan baik dari teori orang barat maupun dari orang Islam itu sendiri.

Membumikan Al-Qur'an berkaitan dengan upaya memahami dan mengamalkan ajaran Al-Qur'an sesuai dengan konteks zamannya. Gagasan ini menurut Ahmad Syafi'i Ma'arif bahwa Al-Quran itu di samping memuat doktrin-doktrin yang bersifat metafisik juga mengandung nilai-nilai praktis yang bisa dijadikan sebagai pedoman manusia dalam memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam hidup sehari-hari, seperti politik, ekonomi, sosial, dan lain sebagainya. Dari perspektif ini, pembumian Al-Qur'an termasuk salah satu dimensi "tajdid", yakni bagaimana menerjemahkan ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Sunnah dalam kenyataan yang berkembang dalam masyarakat. Perkembangan hidup manusia itu sendiri sangat berpengaruh terhadap perkembangan akal pikirannya, yang berarti pula mempunyai pengaruh dalam memahami ayat-ayat Al-Qur'an. Dalam hal ini maka ijtihad sebagai sarana dalam bertajdid mutlak diperlukan. Tanpa ijtihad, tajdid tidak bisa dilakukan.

Membumikan Al-Qur'an mengandung upaya untuk mewujudkan ''yang jauh'' menjadi "yang dekat", yakni sesuai dengan kondisi umat muslim di era society 5.0 ini. Sekarang katakanlah  yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari hanya 5% makna yang ada di dalam Al-Qur'an, padahal seharusnya sebagai umat muslim 100% tuntunan hidup haruslah berpacu pada Al-Qur'an. Untuk dapat mewujudkan kondisi ideal tersebut, diperlukan upaya konkrit yang mendasar berupa aktivitas memahami dan menerapkan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.

Perubahan pola kehidupan semakin pintar, akses terhadap berbagai macam sumber kebutuhan hidup yang dibutuhkan dengan cara yang pintar pula. Jika di era society 5.0 orang cukup mengatakan "Buka pintu" maka pintu akan terbuka secara otomatis. Bagaimana dengan Al-Qur'an kedepan?

Perkembangan era digital menjadikan segala macam unsur termasuk keagamaan, terutama islam untuk upgrade penyampaian materi. Perkembangan fungsi terhadap akses ke Al-Qur'an di upayakan oleh ilmuan muslim, karena umat islam membutuhkan variasi-variasi kegunaan dan fungsi dari perangkat lunak gadget. Maka dari itu perlunya proses penyanduran dari sumber aslinya seharusnya menjadikan perhatian pokok. Dari mana teks disandur sangat penting untuk diketahui, apakah sumber sanduran itu memiliki kekuatan untuk dipercaya atau tidak, kenyataannya banyak aplikasi atau website-website tidak memperhatikan hal ini. Poin inilah yang nantinya akan merusak orisinalitas sumber ajar umat Islam, dan mementahkan upaya pelestariannya. Selain tidak lengkap dari mana kutipan ayat yang terkandung diambil ada hal yang harus diperhatikan dalam upaya membumikan Al-Qur'an dan isi kandungannya. 

Pelestarian Al-Qur'an perlu ditekankan untuk menjaga seluruh kandungan isi termasuk tanda baca yang telah ada. Kurang lengkapnya tanda baca dikhawatirkan pada masa mendatang akan muncul perbedaan cara membaca yang akan memunculkan pemahaman baru dari hasil perbedaan.

 

Sosial Media Sebagai Upaya Membumikan Al-Qur’an

Istilah membumikan Al-Qur'an bagi publik Indonesia memang terbilang baru mencuat ke permukaan sejak Prof. M. Quraish Shihab menulis karya monumental pada 1994 dengan tajuk membumikan Al-Quran, Fungsi dan Kedudukan Wahyu dalam Kehidupan Bermasyarakat. Kalimat itu lantas populer di kalangan cendekiawan, mahasiswa, dan tak terkecuali para juru dakwah. Membumikan Al-Qur'an maknanya mengimplementasikan nilai-nilai luhur Kitab Suci tersebut di kehidupan sehari-hari.

Bagi para akademisi dan cendikiawan Islam muda seperti para mahasiswa tentunya sudah saatnya melanjutkan dakwah Rasulullah. Tentunya tidak lagi dengan menaiki bukit dan berseru ke orang-orang untuk mengikuti jalan yang benar. Tetapi dengan memanfaatkan keadaan dan ilmu yang dimiliki cukup untuk membasmi kesesatan yang dihadapi masyarakat.

Banyak sekali problematika agama yang dihadapi oleh masyarakat, dari perbedaan pendapat ulama, menjelaskan dalil yang dhoif dan pelecehan sejarah Rasulullah serta asal sembarang merelevansikan ayat dalam berbagai konteks. Terlebih penyebaran hal tersebut sangat cepat karena melalui media sosial yang jaringannya sudah cukup luas dan sebagian orang banyak yang menggunakannya.

 Sebagaimana Firman Allah swt dalam surat As-Shaad ayat 29 :

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

“Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran” (QS. Shaad [38]: 29).

Maksud dan tujuan utamanya mempelajari Al-Qur'an adalah mengambil manfaat dari Al-Qur'an dan mengamalkannya. Membaca Al-Qur'an merupakan sarana dan jalan untuk mengamalkan Al-Qur'an. Membaca Al-Qur'an sendiri adalah sebuah amal shalih, namun kita tidak mengkhusukan hanya membaca Al-Qur'an dan berhenti di sana. Lebih dari itu, kita harus merenungi makna dan mengamalkannya, sehingga kita bisa menjadi hamba yang mengambil manfaat dari ayat-ayat Al-Qur'an.

Dari nash tersebut para mahasiswa harus bisa Life action terhadap masalah yang dihadapi dan menjelaskannya sesuai yang diajarkan dan dijelaskan di dalam nash. Life action yang dimaksud sama halnya dengan berdakwah. Kita bisa memanfaatkan sosial media untuk berdakwah menyampaikan satu ilmu kepada masyarakat, bisa dari membuat sebuah blog ilmu yang menjelaskan keutamaan Al-Qur'an tafsir tematik, sejarah, Asbabun nuzul dan isu-isu yang sedang aktual. Bisa pula dari membuat pamflet yang berisi Quotes Al-Qur'an. Ataupun berkreasi dengan membuat video kreatif tentang memahami al-Qur'an dengan baik, cara mengetahui kedhoifan suatu nash dan masih banyak lagi.

Dari hal itu kita bisa mengeksistensikan Al-Qur'an dengan baik, menenangkan keresahan dari berbagai hoax dalil-dalil dan masih banyak lagi. Semakin banyak informasi yang diberikan, dibagi dan diamalkan maka semakin penting peran mahasiswa dalam menjaga Al-Qur'an tetap menjadi likulli makan wal zaman. Bahkan kita bisa menggegerkan jagat raya dalam mengamalkan Al-Qur'an dengan media sosial yang ruang lingkupnya terjangkau ke seluruh pelosok bumi.

 

Generasi Milenial di Era Society 5.0

Saat ini hadirnya generasi milenial adalah sunnatullah, munculnya generasi ini sebagai akibat kemajuan sains dan teknologi. Generasi milenial adalah generasi yang lahir mulai tahun 1980-1990-an atau 2000-an dengan karakter pribadi yang kreatif, memiliki ide dan gagasan yang cemerlang, terbiasa berpikir out of the box, percaya diri, pandai bersosialisasi serta berani menyampaikan pendapat di depan publik melalui media sosial.

Generasi milenial cenderung selalu ingin mencari tahu mengenai perkembangan zaman. Mereka mencari, belajar dan bekerja di dalam lingkungan inovasi yang sangat mengandalkan teknologi untuk melakukan perubahan di dalam berbagai aspek kehidupannya. Generasi milenial lebih percaya User Generated Content (UGC) dari pada informasi searah, wajib punya media sosial sebagai tempat bersosialisasi, kurang suka membaca secara konvensional, mengikuti perkembangan teknologi, cenderung tidak loyal tetapi bekerja efektif.

Generasi milenial sangat bergantung pada media sosial namun mereka belum memiliki filter yang kuat untuk dapat menyaring informasi yang diterima. Nampak terlihat kecenderungan pengguna internet yang sering tidak peduli dengan nilai-nilai moral dan etika dalam berkomunikasi dan menyebarkan informasi di media sosial. Padahal etika sangat berperan guna menghindari terjadinya konflik dalam bersosialisasi. Oleh karena itu generasi milenial perlu mempersiapkan diri dengan memperbaiki karakternya.

Generasi milenial juga mempunyai tantangan dalam menghadapi era baru dikehidupannya yakni era society 5.0. Untuk itu maka diperlukannya pemahaman society 5.0 yang berbasis spiritualitas dan kebudayaan sebagai bekal bagi proses pengembangan generasi milenial yang siap akan problematika dan tantangan.

Melalui Society 5.0, kecerdasan buatan (artificial intelligence) akan mentransformasi jutaan data yang dikumpulkan melalui internet pada segala bidang kehidupan (the Internet of  Things) menjadi hal baru, yang akan didedikasikan untuk meningkatkan kemampuan manusia membuka peluang-peluang bagi kemanusiaan. Transformasi ini akan membantu manusia untuk menjalani kehidupan yang lebih bermakna, meningkatkan kualitas hidup dan dapat mewujudkan masyarakat yang dapat menikmati kehidupan sepenuhnya. Pada era ini teknologi berkembang sangat luar biasa dan telah membawa perubahan yang sangat drastis kepada generasi milenial. Perubahan mulai dirasakan dari bersosialisasi, cara berkomunikasi, memperoleh informasi sampai cara berpikir dan tindakan terhadap permasalahan yang dihadapi.

Di era serba instan ini sering tampak berbagai persoalan seperti, maraknya praktik politisasi agama, penyalahgunaan dakwah, eksploitasi umat, hingga banyaknya hate speech, hoax dan fitnah kini membanjiri wajah keberagaman bangsa. Menghadapi era seperti ini sudah saatnya generasi milenial turut andil dalam menyebarkan konten positif. Setiap bangsa sangat mengharapkan dapat menghadirkan generasi milenial yang berkualitas dan berkeseimbangan, baik secara aspek agama (aqidah, syariah dan akhlak), aspek pendidikan dan keterampilan, aspek keberadaban (budaya, nilai dan teknologi), aspek kesejahteraan (ekonomi dan non-ekonomi) serta aspek sosial (kemasyarakatan dan kebangsaan).

Generasi milenial yang berkualitas sesungguhnya harus disiapkan melalui beberapa tahap yakni penanaman unsur aqidah, syariah dan akhlak secara kuat dan maksimal, sehingga melahirkan generasi milenial yang cerdas, sabar dan shalih. Memberikan bekal ilmu, sains dan keterampilan berbasis teknologi, sehingga melahirkan generasi yang profersional dan inovatif. Menyiapkan lingkungan, tradisi dan budaya hidup yang mampu mendorong lahirnya generasi yang berkarakter, berintegritas dan istiqamah.

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang muslim yang baik dan yang kaffah adalah yang mampu Membumikan nilai-nilai Al-Quran. Nilai-nilai Al-Quran yang dipahami benar-benar sesuai dengan kontekstualitas, bukan nilai-nilai yang kaku dan menakutkan. Nilai-nilai yang membuat perilaku muslim disebut sebagai pribadi yang berakhlakul karimah. Ajaran-ajaran yang ada dalam Al-Quran adalah pedoman alam semesta. Jika diamalkan maka akan membentuk karakter yang sakinah, mawaddah warahmah. Karakter-karakter itulah yang disebut perilaku moderat. Karakter seperti ini lah yang harus dimiliki generasi milenial menyongsong era society 5.0.

 

Daftar Pustaka

Nurdin. 2019. Implementasi Metode Pembelajaran dalam Al-Qur’an bagi pendidik Era Milenial. Jurnal Rainy 18 (2) : 173.

Fitriyani, Aminah. 2020. Sosial Media sebagai Upaya Membumikan Al-Qur’an. Hmjiqtaf senja , Mei 2020.

M luthfi. 2003. Membumikan Al-Qur’an Peluang dan Tantangan. Media Neliti 20 (98) : 22.

Moko, Sujat. 2022. Membumikan Al-Qur’an di Era Society. Kompasiana.com , 26 Juni 2022.

Sari, Naita Novia. 2020. Generasi Milenial dalam Bingkai Rahmatan Lil Alamin. Humas Antasari, 12 Agustus 2020.

Taufik, edi Tanadi. 2020. Membumikan Pesan Damai Al-Qur’an Sebagai Mediator Komunikasi Bangsa. Jurnal An-Nida 12 (2) : 96.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MUSYKER JQH AL-FURQAN UIN SALATIGA

Awal mula Penetapan Kelender Hijriah oleh Khalifah Umar Bin Khattab

GSQ (Gebyar Seni Qur'aniyy) yang KE XV : "Mewujudkan Generasi Qur'ani yang Unggul dalam Prestasi"