Hikmah Idul Adha ( 10 Dzulhijjah 1444 H )

 









Halo Sahabat Al-Furqan! Selamat Hari Raya Idul Adha

            Bagi kita umat Muslim, sudah tidak asing bahwa setiap tanggal 10 Dzulhijjah, seluruh umat Islam yang tidak melaksanakan haji merayakan hari raya Idul Adha. Idul Adha merupakan hari besar umat Islam kedua setelah Idul Fitri. Pada hari tersebut, umat Islam melaksanakan shalat Id bersama dan setelah shalat dilakukan penyembelihan hewan kurban.

            Kurban dalam Islam juga disebut dengan al-udhhiyyah dan adh-dhahiyyah yang berarti binatang sembelihan, seperti unta, sapi, kerbau dan kambing yang disembelih pada hari raya Idul Adha dan tanggal 11,12, 13 Dzulhijjah (hari tasyriq) sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah . Dalam pembagiannya, sepertiga daging kurban untuk dikonsumsi keluarga yang telah berkurban, sedangkan sisanya dibagikan kepada orang lain.

Perintah untuk berkurban telah digariskan oleh Allah dalam Al-Qur’an :

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus.” (QS. Al Kautsar ayat 1-3)

Menilik kembali sejarah awal kurban, dikisahkan Nabi Ibrahim mendapat mimpi perintah dari Allah untuk bersedia mengorbankan putranya Ismail untuk disembelih sebagai wujud kepatuhan kepada Allah swt.

Hikmah dan keutamaan bagi seorang muslim yang mampu berkurban di Hari Raya Idul Adha diantaranya:

1.      Meneladani Nabi Ibrahim.

Sebagai seorang muslim yang berqurban saat Idul Adha, ia sendiri mencontoh Nabi Ibrahim yang diuji dengan menyembelih anaknya sendiri Ismail. Meski sangat sulit, baik Nabi Ibrahim maupun Nabi Ismail memutuskan untuk menerima perintah Allah. Ketika hendak melakukan hal tersebut, Allah ﷻ menyelamatkan Nabi Ismail dan menggantinya dengan kambing. Itulah sebabnya Rasulullah SAW melakukan kurban saat Idul Adha.

2.      Praktekkan ketulusan

Dari kisah Nabi Ibrahim yang telah dijelaskan sebelumnya, seorang muslim yang berqurban secara tidak langsung melatih keikhlasannya untuk mengorbankan sebagian hartanya. Karena manusia sekarang diperintahkan untuk menyembelih hewan kurban saja, bukan anak-anak, seperti yang dialami oleh nabi Ibrahim.

3.      Diridhai Allah

Seorang muslim yang berqurban saat Idul Adha akan memperoleh pahala dari Allah jika ia melakukannya dengan ikhlas tanpa mengharap dipuji atau dibanggakan oleh orang lain.

4.      Menghindari dosa menahan harta

Pengorbanan pada Idul Adha dapat mencegah umat Islam dari melakukan dosa menahan harta. Harta yang dimiliki seorang muslim dapat dihibahkan sebagai hewan kurban untuk dibagikan kepada yang kurang mampu agar harta tersebut tidak terkurangi dan menimbulkan dosa.

5.      Tidak berlebihan mencintai dunia

Sebagai seorang muslim yang bersungguh-sungguh dengan hartanya berupa hewan ternak yang disembelih, ia belajar untuk tidak terlalu mencintai dunia. Dia lebih baik menyiapkan bekal untuk akhiratnya dengan berkorban. Karena kerelaan berkorban, seorang muslim juga dapat menganggap bahwa kekayaan dunia bukan hanya milik dirinya sendiri, tetapi juga harus dibagi dan digunakan oleh orang lain.

6.      Harta menjadi lebih berarti

Harta seorang muslim lebih utama ketika ia mau memberi kepada orang lain seperti sedekah, infaq dan juga kurban. Tentunya setiap hewan kurban memiliki arti tersendiri dan membawa keberuntungan bagi si kurban.

7.      Membahagiakan Duafa.

Kurban tersebut merupakan bukti pembebasan fakir miskin yang mendapat manfaat dari pembagian daging kurban. Islam mengajarkan kita untuk selalu berbagi dengan sesama, terutama mereka yang membutuhkan. Hari Raya Kurban bisa menjadi momen berbagi sekaligus membahagiakan orang-orang di sekitar kita, terutama yang kurang mampu. Seperti yang dijelaskan oleh salah satu hadits: "Hari Raya Kurban adalah hari untuk makan, minum dan mengingat Allah." (HR.Muslim) 

Mengetahui beberapa hikmah di atas, dapat diambil intisari bahwa Kurban merupakan hal yang sakral dan ditradisikan sebagai pengingat akan tindakan suci yang menunjukkan cinta dan iman tanpa pamrih oleh Nabi Ibrahim AS tercinta kepada Allah SWT. Sang Pencipta di atas menjadikan tradisi kurban ini sebagai upacara yang dicintai dan dilakukan oleh seluruh masyarakat setiap tahun di bulan suci Dzulhijjah ini hingga akhir zaman. Peristiwa iman dan pengabdian yang menyentuh hati ini berabad-abad kemudian menjadi simbol cinta tanpa pamrih manusia dan kepercayaan yang tak tergoyahkan kepada Penciptanya.

Namun dalam konteks ini, dikaitkan dengan relevansi di zaman sekarang, peristiwa kurban juga bisa dimaknai sebagai jihad. Jika dipahami dengan perspektif yang lebih luas, dari kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ini, kita memahami bahwa umat Islam diperintahkan untuk berkurban, tetapi tidak boleh mengorbankan nyawa manusia. Setinggi apapun semangat pengorbanan manusia untuk agama dan Allah, pengorbanan tidak bisa dilakukan dengan mengorbankan nyawa manusia, baik nyawanya sendiri maupun nyawa orang lain. Selain itu, jihad bukan sekedar pengorbanan mati di jalan Allah. Jamal Albana, seorang pemikir Islam dari Mesir, mengatakan dengan kalimat yang gamblang, bahwa jihad hari ini bukanlah mati di jalan Allah, melainkan jihad hidup di jalan Allah (anna al-jihad al-yawm laysa an namuta fi sabil Allah) walakin an nahya fi sabil Allah).

Jihad untuk hidup di jalan Allah memiliki cakupan yang luas. Termasuk dalam pengertian jihad, menurut Zainuddin al-Malibari dalam kitab Fathul Mu'in adalah mencegah kesengsaraan bagi orang-orang yang tidak bisa diperangi, yaitu kaum muslimin, dzimmi kafir dan musta'man kafir. Kurban yang secara harfiah berarti “mendekati” dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara mendekati sesama manusia, terutama yang paling lemah dan miskin, fakir dan miskin. Maka jihad melalui berqurban, selanjutnya setelah hewan kurban disembelih dagingnya dibagikan kepada masyarakat. Ini membangun rasa identitas, rasa memiliki dan kepedulian terhadap satu dan semua.

Selain beberapa hal di atas, di kehidupan di zaman sekarang ini, seiring perkembangan zaman dan segala hal yang semakin maju dalam berbagai aspek kehidupan, maka semakin kompleks pula apa yang akan kita hadapi di masa mendatang baik terhadap urusan dunawi maupun ukhrawi. Kurban yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali dapat menjadi pengingat selalu bagi kita bahwa apa yang sampai (dibawa mati) kepada Allah bukanlah daging kurban, harta atau apa yang kita miliki di dunia ini. Melainkan niat kita, amalan kita yang baik maupun yang buruk, kepercayaan kita, ketaqwaan kita, serta ketergantungan kita pada Sang Pencipta yang dihidupkan kembali dengan cara tertentu seperti salah satunya melalui Kurban. Maka dari kurban mengajarkan kita untuk berjihad memerangi hawa nafsu sendiri dalam menjalani kehidupan yang fana ini. 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

MUSYKER JQH AL-FURQAN UIN SALATIGA

Awal mula Penetapan Kelender Hijriah oleh Khalifah Umar Bin Khattab

GSQ (Gebyar Seni Qur'aniyy) yang KE XV : "Mewujudkan Generasi Qur'ani yang Unggul dalam Prestasi"